+62 (0717) 422145
Link Penting UBB

Artikel Feature UBB

Universitas Bangka Belitung's Feature
24 Januari 2012 | 16:57:08 WIB


Rebo Kasan - Air Wafaq Tolak Bala









Pembagian Air Wafaq






Kumandang azan terdengar di pagi pukul 9 lewat, tidak biasanya dan janggal. Lepas dari itu suasana sempat hening sejenak, perlahan-lahan tetua itu beranjak menuju guci berhias daun kelapa. Ia lalu merapalkan semacam mantera. Tak berapa lama, piring kecil beraksara arab itu dimasukan ke dalam guci berisi air.

Sejumlah panitia kemudian membagikan ketupat lepas kepada tamu udangan. Doa-doa tolak bala mulai dipanjatkan. Pada akhir doa, di hitungan ketiga kata amin. Serentak ujung daun ketupat itu ditarik bersama-sama. Satu ketupat lepas untuk dua orang.

Acara tak berhenti disitu, beramai kemudian orang mendatangi guci meminta airnya. Itulah air wafaq. Sebuah air yang dipercaya bisa menghalau bala. Ada yang membawa gelas, bekas botol minuman untuk menyimpan airnya.

Kemudian mereka menuju ruangan disamping masjid, dimana dulang berisi ketupat dan lauk pauknya telah dihidangkan. Ritual diakhiri dengan makan bersama.
Ritual ini diadakan pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Bulan ini dipercayai oleh masyarakat Melayu pesisir bahwa Allah SWT menurunkan 320.000 bala kepada umat manusia. Dan ritual itu adalah medium memohon ampun dan bermunajat agar dijauhkan dari bala.

Masyarakat menyebutnya Rebo Kasan. Berasal dari kata 'Rebo Kasat" yang berarti Rabu terakhir di bulan Shafar. Kumandang azan, pencelupan air wafaq, pelepasan ketupat lepas serta meminumnya adalah puncak ritual dari Rebo Kasan itu sendiri.

Salah satu masyarakat melayu yang masih menjalankan tradisi ini adalah masyarakat desa Air Anyir di Kecamatan Merawang Bangka. Merupakan tradisi yang telah berusia ratusan tahun. Sejak abad ke-16, nenek moyang mereka sudah menjalankan ritual ini.

Pada masa itu, nenek moyang mereka biasanya melaksanakan shalat sunnah empat rakaat dengan membaca satu kali al Fatihah, Al Kautsar sebanyak 17 kali, Al Ikhlas sebanyal lima kali, Al Falaq dan An Nas satu kali pada tiap-tiap rakaat nya, Kemudian dua helai daun kelapa yang dicabut dari ketupat itu dihanyutkan ke laut. Suatu symbol bahwa bencana telah dibuang ke laut. Pada masa itu ritual dilakukan di Pantai Batu Karang Mas (sekitar 1 km dari Desa Air Anyer).

Meskipun kini ritual di laksanakan di depan masjid namun nuansa magisnya masih terasa. Sebuah bentuk kearifan lokal tersendiri. Pada hari itu, masyarakat desa membuat beragam makanan untuk dihadirkan kepada tamu undangan.
Adat Nganggung dilaksanakan secara beramai ramai. Masyarakat luar pun boleh bertandang ke Air Anyer untuk bersama-sama merasakan keramahan dan rasa berbagi antar sesama.

Kemudian, perayaan tradisi ini dilanjutkan dengan menikmati suasana pantai Air Anyer yang berpasir putih. Menanjak siang hari, pengunjung yang datang ke Air Anyir semakin bertambah banyak. Diantaranya ada yang hendak menemui saudara, keluarga, teman bahkan bagi mereka yang tiada kenal siapapun boleh berkunjung dan menikmati hidangan. (iksander/humas)





Guci media air waq



Piring mantera



pembacaan mantera atau doa-doa oleh tetua desa



tetua desa memasukkan piring yang telah ditulis doa - mantera



Bekas gelas mineral pun jadi



Ketupat Lepas


Penulis : Iksander


Feature UBB

Berita UBB

UBB Perspectives